Anda Pengunjung Ke

Jumat, 23 Januari 2009



Hasrat Berjuang


Oleh :. Ahmad Feri Firman



Alhamdulillah wa shalatu wa salamu ala Rasulillah wa alaa aalihi wa shahbihi wa man waa laah.

Wa ba’du.




“Ketahuilah bahwa syari’at itu fondasi, sedangkan sulthon(pemerintahan) adalah penjaganya. Sesuatu tanpa fondasi akan runtuh dan sesuatu tanpa penjaga akan hilang” –Imam Al-Ghazali–

Ikhwah sekalian,

Bagi kaum Muslimin memiliki sebuah negara yang di dalamnya setiap individu bebas mengekspresikan nilai-nilai Ilahiyah dan bebas melaksanakan syariat Islam, merupakan cita-cita yang harus terpatri dalam lubuk hati. Hal itu merupakan konsekuensi kesediaan kita sebagai manusia menerima amanah sebagai khalifah fil ardh. Tanpa adanya negara yang berpihak kepada Islam, akan sulit bagi tiap individu muslim untuk menunaikan nilai-nilai ilahiyah dan melaksanakan syari’at Islam secara lengkap. Karena banyak persoalan dalam Islam yang memerlukan otoritas negara.


Sahabat Utsman bin Affan dalam sebuaah Atsar mengatakan;


“Sesungguhnya Allah menjalankan (aturan Islam) dengan sulthon (kekuasaan) terhadap apa yang tidak bisa dijalankan dengan Al-Qur’an”


Dr Yusuf al-Qardhawi menegaskan dalam Tarbiyah Politik Hasan Al-Banna, bahwa ”Pemerintahan yang Islami merupakan kewajiban syar’i dan sekaligus kebutuhan ummat manusia”.

Artinya negara dan pemerintahan adalah bagian dari agama yang tidak dapat diabaikan. Implikasi pengabaian kekuasaan dan negara sama dengan mengabaikan agama itu sendiri baik sebagai pribadi ataupun kelompok.

Sejak tahun 1998 gerakan dakwah telah meluaskan wilayah kerjanya dengan masuk ke kancah perjuangan politik dalam bentuk partai politik sebagai langkah awal menuju cita-cita terbentuknya negara sebagaimana disebutkan di atas. Sebagai partai dakwah PKS mewaspadai demokrasi rekayasa dan tidak subtantif yang bersifat dekoratif karena itu sama saja dengan kekuasaan yang cacat (despoils). Tentu kita masih mengingat dengan jelas kisah ABG (ABRI, birokrat, dan Golkar) di zaman Orde Baru sebagai barisan yang diciptakan untuk merekayasa politik dan pemilu.


Dinamika politik berpusat pada proses dan pelaksanaan pemilu, karena melalui pemilu inilah kekuasaan mendapatkan legitimasi politik. Oleh karena itu PKS memandang sangat penting mengerahkan seluruh potensi untuk ikut terlibat dan sekaligus mengawal pelaksanaan pesta demokrasi tersebut. Artinya bahwa seluruh kader dimanapun berada harus antusias mengikuti dan mendukung arahan-arahan partai, karena pengabaian terhadap pemilu sama saja dengan mengabaikan target perjuangan dakwah yang dicita-citakan.


Namun dalam pelaksanaannya di lapangan banyak sekali persoalan yang menghadang, baik yang dilakukan oleh kader internal karena kurangnya pemahaman ataupun yang secara sistematis direkayasa oleh pihak luar. Hal seperti itu seharusnya kita sadari bahwa pihak lain selalu berusaha mengintai dan mencari kelemahan partai sehingga dapat digunakan untuk menyimpangkan dan melemahkan perjuangan para kader.


Di antara hal yang sering membuat perjuangan mandul adalah persoalan internal, yaitu para kader yang terserang penyakit ragu sehingga menghilangkan Hasrat berjuang (ruhul Jihad). Padahal hasrat berjuang merupakan modal utama yang harus dimiliki kader dakwah dalam menjalankan tugas-tugasnya, menurut syeikh Muhammad Jamaludin Ali Mahfudz. Ada tiga model orang yang terkena serangan kondisi seperti ini, pertama; mereka yang sangat minim pengetahuan. Sehingga mereka tidak memiliki kesadaran dalam menjalankan aktifitasnya dalam politik dan tahapan-tahapannya, bahkan sebagian mereka merasa heran mengapa ada aktivis dakwah lain yang begitu gigih menjalankan program partai dan kegiatan kampanye padahal dia bukan Calon Anggota Legislatif (CALEG).

Suatu ketika Rasulullah ingin mengangkat semangat para sahabatnya dalam ketaatan terhadap perintah Allah dan Rasulullah; maka beliau menceritakan tentang perbedaan ummat Rasulullah dan ummat Nabi Isa dalam berjuang. Ummat Rasulullah dan ummat Nabi Isa, keduanya tunduk kepada perintah Rasul dan Nabinya. Ummat Nabi Isa menerima perintah dengan wajah senyum dan menatap ke depan pada saat diperintah ke medan yang subur dan sejuk, sementara bila diperintah ke medan yang panas dan gersang, mereka akan bermuka masam dengan kepala merunduk hingga seolah-olah hendak menyentuh lututnya. Sedangkan sebaliknya ummat Rasulullah akan tetap tersenyum dan menatap ke depan ke mana pun mereka diperintahkan, baik ke medan yang gersang ataupun medan yang sejuk lagi subur.

Seperti itu pula seharusnya seorang aktivis yang bekerja dengan pengetahuan cukup, tidak mengukur sesuatu hanya berdasarkan pertimbangan menguntungkan bagi dirinya atau tidak, tidak pula karena pujian dan ucapan terima kasih dari orang lain. Dia akan bekerja karena Allah swt semata.

Imam Syahid Hasan Al-Banna telah mengisyaratkan dalam Ushul ‘Isyriin (Prinsip Dua Puluh) bahwa di samping prinsip negara dan tanah air, juga ada prinsip pemerintah serta ummat Islam secara keseluruhan. Artinya persoalan politik adalah persoalan eksistensi Islam dan ummat Islam, persoalan yang menghajatkan keterlibatan seluruh kader dalam politik dan kewajiban ini tidak dapat di abaikan begitu saja. Rasulullah mengatakan dalam sebuah hadits; “man lam yahtam bi amril mu’minin fa laisa minhum” Barang siapa yang tidak peduli dengan urusan ummat Islam, maka dia bukan bagian dari mereka (kaum muslimin).

Kedua; sebagian kader yang mulai enggan hatinya untuk berjuang karena terganggu oleh ejekan, propaganda, dan hasutan kelompok lain yang dengan sengaja menguras habis hasrat berjuang para kader aktifis dakwah. Mereka dibombardir dengan berbagai informasi yang bias sehingga membuat mereka bersikap defensive serta sibuk mencari dalil untuk membela diri dan lupa pada fokus perjuangannya. Dalam konteks seperti ini para kader harus menyadari sepenuhnya bahwa pertempuran politik pada hakekatnya adalah pertempuran psikologi. Pertempuran yang menyerang mental manusia dengan target hancurnya hastrat berjuang para pembelanya.
Aktivis yang terkena serangan seperti ini akan melakukan aktivitas partai dengan malu-malu. Setiap kali emosinya hilang-timbul sesuai dengan gelombang serangan propaganda kelompok lain dibarengi dengan krisis kepercayaan terhadap jamaah. Pertanyaan dan jawaban yang berkembang seperti awan hitam berkelindan menutup cahaya. Digambarkan dalam Al-Quran seperti seorang dalam kegelapan hujan disertai petir dan kilat, mereka menyumbat telinganya dengan jari-jarinya karena takut mati.

Ketiga; Model aktifis yang ketiga adalah mereka yang hasrat berjuangnya tidak padam karena halangan, bahkan semakin kuat dan tajam namun arah perjuangannya melenceng tidak sesuai sasaran. Hasrat berjuang yang begitu besar tersebut justru diarahkan untuk menyerang saudaranya sendiri. Menurut istilah Syeh Yusuf Qordhowi mereka telah rusak pemahamannya terhadap perjuangan dakwah, bahkan mereka telah terbalik dalam hal prinsip-prinsipnya.

Mereka memiliki sifat yang mudah panik dan pengecut. Ejekan kelompok lain yang tak berdasar menjadi hujjah mengumpat mencaci dengan lidahnya yang sangat tajam sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Ahzab 19.



“Mereka bakhil terhadapmu, apabila datang ketakutan (bahaya), kamu akan lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan. Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapus (pahala) amalnya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”
(AL-Ahzab : 19).

Hanya karena perbedaan kecil (furu’), mereka rela dakwah ini kalah hanya untuk membuktikan kebenaran pendapatnya. Mereka telah memberi peluang kemenangan bagi kelompok lain yang lebih jauh dari nilai-nilai Islam. Mereka berada dalam barisan dakwah akan tetapi turut menghancurkan hasrat berjuang saudaranya yang lain.

Di samping persoalan internal juga persoalan eksternal khususnya adanya praktek manipulasi dalam proses pemilu. Yaitu usaha usaha ilegal pada proses pemilihan baik yang di sebut money politic, atau penggelembungan suara. Dan bila hal ini terjadi sangat dimungkinkan hasil perjuangan seluruh kader baik tenaga, waktu, dan dana akan hilang percuma.

Sebenarnya partai telah berusaha untuk mempersiapkan diri menghadapi itu semua, tapi tentu saja harus mendapat dukungan dari seluruh kader dan pendukung. Khususnya mobilisasi keamanan dan saksi pada H-2 hingga pada hari H pemilihan umum. Sadarilah bahwa pemilu adalah jihad kita dalam rangka menegakkan kekuasaan yang sesuai dengan cita-cita kita sebagai kaum muslimin. Dan bila kita yakin bahwa pemilu adalah jihad, maka berjaga di hari-hari pemilu dapat digolongkan Ribath. Dan apapun pendapat kita tentang hal ini, semoga hadits berikut menambah semangat kita dalam mengawal hasil kerja keras seluruh kader dan simpatisan.

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma beliau bersabda.

“Maukah kalian aku beritahu dengan suatu malam yang lebih baik dari lailatul qadar ? Yaitu orang yang hirosah (ribath/berjaga) di daerah yang ditakuti, karena barangkali tak akan kembali kepada keluarganya.”

Marilah kita berjuang hanya karena Allah semata. Dan bila prinsip ini dijalankan bersama insya Allah secara perlahan tapi pasti ancaman dan gangguan akan sirna. Sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Syekh Taufiq Yusuf Al-Wa’iy; “Allah subhanahu wa ta’ala mengetahui bahwa Ikhwanul Muslimun telah dan terus bekerja dengan hanya mengharap ridla Allah, tidak menunggu ucapan terima kasih dan balasan dari seorangpun. Mereka yakin bahwa ketika mereka bekerja, mereka tengah melakukan sebagian dari kewajiban yang di tuntut Islam dari putra-putranya, meskipun masih banyak kekurangannya di sana-sini.”

Wallahu a’lam bishowab.